Budaya hustle ini menciptakan FOMO dalam konteks karir dan pengembangan diri. Kamu merasa harus selalu mengambil kursus online, menghadiri webinar, atau memulai bisnis baru hanya karena semua orang melakukannya. Rasa cemas akan ketinggalan kesempatan emas untuk sukses di usia muda menjadi pendorong kuat di balik perasaan ingin melakukan semuanya.
3. Konektivitas Digital 24/7 yang Tak Terhindarkan
Sebelum era smartphone, kita hanya tahu apa yang terjadi di lingkungan terdekat. Sekarang? Kita tahu apa yang terjadi di belahan dunia lain, kapan saja, setiap detik. Konektivitas 24/7 ini menghilangkan batasan antara ruang pribadi dan publik.
Notifikasi yang muncul setiap saat, mulai dari undangan event, chat grup, hingga unggahan live, membuat kita sulit melepaskan diri. Kita merasa wajib untuk selalu merespons dan terlibat. Jika kita mematikan ponsel sejenak, kita takut melewatkan keputusan penting atau kabar terbaru dari lingkaran sosial, membuat kita enggan memutus koneksi.
4. Siklus Ekonomi Pengalaman (Experience Economy)
Masyarakat modern, terutama Gen Z, cenderung menghargai pengalaman (experience) daripada kepemilikan materi. Konser, traveling ke tempat-tempat eksotis, dan festival adalah mata uang sosial baru.
Pengalaman ini menjadi bahan bakar utama bagi media sosial. Memiliki foto atau story di tempat atau event tertentu adalah simbol status. Ketika orang lain memamerkan pengalaman mereka, hal itu bukan hanya sekadar pamer, tetapi juga ajakan implisit untuk ikut merasakannya. Tekanan untuk mengumpulkan “memori keren” ini mendorong banyak orang untuk mengeluarkan uang dan waktu demi pengalaman yang sebenarnya tidak mereka inginkan, hanya agar tidak dibilang ketinggalan.
















