Ketika.id – kamu merasa gelisah seolah ketinggalan sesuatu yang besar saat melihat story atau unggahan teman di media sosial? Perasaan khawatir kehilangan momen seru, atau yang lebih dikenal dengan FOMO (Fear of Missing Out), kini bukan lagi sekadar tren sesaat. Justru, fenomena ini semakin masif, terutama di kalangan anak muda.
Dunia bergerak begitu cepat, dan dengan gempuran informasi tanpa henti, wajar jika kita merasa tertekan untuk selalu up-to-date. Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan budaya FOMO ini begitu subur di era digital ini? Mari kita bedah lima alasan utama mengapa budaya FOMO sekarang semakin banyak dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita.
1. Dominasi Tanpa Batas dari Media Sosial
Ini adalah akar dari segala masalah. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter) dirancang untuk menumbuhkan adiksi dan perbandingan sosial. Algoritma platform ini bekerja keras untuk menunjukkan momen terbaik, paling seru, dan paling bahagia dari orang lain. Apa yang kita lihat adalah kurasi sempurna, bukan realitas sehari-hari.
Saat kamu scroll tanpa henti dan melihat teman-temanmu sedang liburan mewah, makan di restoran hits, atau mencapai pencapaian besar, otak secara otomatis mengirimkan sinyal bahaya: “Aku tidak ada di sana, aku ketinggalan!” Paparan tanpa henti terhadap “kehidupan ideal” orang lain inilah yang secara konstan memicu dan memperkuat kecemasan FOMO.
2. Budaya Hustle dan Produktivitas Berlebihan
Di kalangan anak muda, ada tekanan sosial yang tinggi untuk selalu produktif, menghasilkan uang sampingan (side hustle), dan memanfaatkan setiap peluang yang ada. Ada anggapan bahwa berhenti sejenak sama dengan kegagalan atau pemborosan waktu.
















