Ketika.id – Istilah “work-life balance” seringkali terdengar manis di telinga para pekerja kantoran yang dihimpit deadline dan tumpukan pekerjaan. Namun, di tengah realita jam kerja yang panjang, notifikasi email di luar jam kerja, dan tuntutan untuk selalu “on”, pertanyaan besar pun muncul: Work-life balance itu sebenarnya ada nggak sih? Atau cuma sekadar mitos indah yang diucapkan para motivator karir?
Banyak yang merasa work-life balance hanyalah ilusi, sebuah konsep ideal yang sulit diwujudkan dalam kehidupan kerja yang serba kompetitif. Bayangkan saja, di satu sisi ada tuntutan karir yang mengharuskan kita memberikan yang terbaik, bahkan seringkali mengorbankan waktu pribadi. Di sisi lain, ada keluarga, hobi, kesehatan, dan kebutuhan personal lainnya yang juga menuntut perhatian. Lalu, di mana letak “keseimbangan” itu?
“Work-life balance itu bukan kayak timbangan yang harus selalu 50-50. Lebih tepatnya seperti juggling beberapa bola di udara,” jelas seorang konsultan karir, Maya Andini, dalam sebuah diskusi daring baru-baru ini. “Kadang satu bola perlu kita lempar lebih tinggi, kadang bola lain yang butuh perhatian lebih. Intinya adalah bagaimana kita bisa mengelola dan menjaga agar semua ‘bola’ itu tidak jatuh.”
Jadi, alih-alih menganggap work-life balance sebagai mitos belaka, mungkin kita perlu mengubah perspektif. Berikut beberapa realita dan strategi untuk mendekati konsep work-life balance di tengah hiruk pikuk dunia kerja:
Realita #1: Tidak Ada Formula Baku.
Work-life balance itu sangat personal. Apa yang berhasil untuk seseorang, belum tentu cocok untuk orang lain. Definisi “seimbang” juga bisa berubah seiring waktu dan fase kehidupan. Ada masa di mana karir menjadi prioritas utama, dan ada saatnya keluarga atau kesehatan yang lebih mendesak.
Realita #2: Ini adalah Proses yang Berkelanjutan, Bukan Tujuan Akhir.
Mencapai work-life balance bukanlah garis finish yang bisa kita raih sekali dan selamanya. Ini adalah sebuah perjalanan yang membutuhkan kesadaran diri, penyesuaian terus-menerus, dan kemampuan untuk menetapkan batasan. Akan ada hari-hari yang lebih berat di pekerjaan, dan ada saatnya kita perlu fokus lebih pada kehidupan pribadi.
Strategi #1: Tetapkan Prioritas dengan Jelas.
Identifikasi apa yang benar-benar penting bagi Anda, baik dalam karir maupun kehidupan pribadi. Buat daftar prioritas dan alokasikan waktu serta energi sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Dengan mengetahui prioritas, Anda akan lebih mudah mengambil keputusan dan mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak sejalan.
Strategi #2: Buat Batasan yang Sehat.
Jangan biarkan pekerjaan terus menerus “merampas” waktu pribadi Anda. Tetapkan jam kerja yang jelas dan usahakan untuk tidak melampauinya kecuali memang mendesak. Matikan notifikasi email di luar jam kerja jika memungkinkan, dan berikan diri Anda waktu tanpa gangguan untuk fokus pada hal-hal di luar pekerjaan.
Strategi #3: Manfaatkan Waktu Secara Efektif.
Cari cara untuk meningkatkan produktivitas di tempat kerja agar Anda bisa menyelesaikan tugas dengan lebih efisien. Delegasikan pekerjaan jika memungkinkan, hindari multitasking yang justru seringkali tidak efektif, dan manfaatkan teknologi untuk membantu Anda mengatur waktu.
Strategi #4: Jaga Kesehatan Fisik dan Mental.
Kesehatan adalah fondasi dari segalanya. Pastikan Anda memiliki waktu yang cukup untuk tidur, berolahraga secara teratur, dan mengonsumsi makanan yang sehat. Jangan lupakan juga pentingnya menjaga kesehatan mental dengan meluangkan waktu untuk relaksasi, melakukan hobi, atau menghabiskan waktu bersama orang-orang terkasih.
Strategi #5: Komunikasikan Kebutuhan Anda.
Jangan ragu untuk mengkomunikasikan kebutuhan Anda kepada atasan atau rekan kerja. Jika Anda merasa kewalahan atau membutuhkan fleksibilitas, bicarakanlah secara terbuka. Perusahaan yang baik akan berusaha untuk mendukung kesejahteraan karyawannya.
Jadi, Work-Life Balance Itu Ada, Tapi Butuh Perjuangan.
Mungkin work-life balance tidak selalu hadir dalam bentuk yang sempurna dan ideal. Namun, dengan kesadaran diri, penetapan prioritas, pembuatan batasan yang sehat, dan komunikasi yang efektif, kita bisa menciptakan keseimbangan yang lebih baik antara karir dan kehidupan pribadi. Ini bukan mitos belaka, melainkan sebuah tujuan yang layak diperjuangkan demi kualitas hidup yang lebih baik.(*)
















