2. Kemudahan Transaksi Cashless dan Paylater
Di era digital, uang terasa tidak nyata. Pembayaran cashless dengan sekali tap atau scan, serta maraknya layanan Buy Now Pay Later (BNPL), membuat proses pengeluaran uang terasa sangat mulus dan tanpa hambatan. Kita tidak lagi merasakan “rasa sakit” saat mengeluarkan uang tunai. Ini menciptakan ilusi bahwa dana kita tidak berkurang secara signifikan. Fitur paylater apalagi, menjebak kita dalam siklus utang yang ringan di awal namun memberatkan di kemudian hari, karena kita membeli barang dengan uang yang sebenarnya belum kita miliki. Kemudahan akses finansial ini tanpa sadar telah mengubah perilaku konsumsi kita menjadi jauh lebih impulsif.
3. Prioritas Pengeluaran Bergeser ke Experience Economy
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang fokus pada akumulasi aset, Gen Z lebih menghargai experience atau pengalaman. Uang kita seringkali dialokasikan untuk tiket konser, staycation mewah, workshop mahal, atau dining experience di restoran fine dining yang lagi hype. Pengeluaran untuk pengalaman ini memang memberikan kepuasan instan dan material yang bisa dijadikan konten, tetapi seringkali menguras dompet tanpa menyisakan dana untuk tabungan jangka panjang. Fokus pada hidup “momen ini” membuat kita abai terhadap perencanaan finansial di masa depan.
4. Strategi Pemasaran Influencer yang Sangat Personal
Influencer dan micro-influencer memiliki dampak yang sangat besar pada keputusan pembelian Gen Z. Mereka tidak lagi menjual produk secara terang-terangan, melainkan merekomendasikannya sebagai “teman” yang dipercaya. Review jujur, kode diskon eksklusif, dan unboxing yang menarik menciptakan hubungan emosional antara produk dan konsumen. Kita jadi lebih mudah percaya dan terdorong untuk membeli karena “idola” atau “teman online” kita memakainya. Ini adalah bentuk pemasaran yang sangat personal dan sulit ditolak, yang membuat kita sering membeli barang di luar anggaran.
















